CORPUS CRISTI, 9 Februari 2009
Mom dan Dan
melarangku kepantai, ‘tunggu lukamu kering Nesh!’ kata mereka selalu saja
seperti itu. Anehnya luka cakaran ini tak juga kering, padahal sudah tiga hari
sejak kejadian aneh itu.
Sore telah
datang, langit senja yang merah mulai mengintip malu – malu, dahan terlihat
hitam dari kejauhan. Pantai merayuku untuk mendekat, pantainya cantik sekali,
aku tak pernah merasakan keinginan yang lebih dari ini, aku melangkah keluar
pintu, mumpung Mom dan Dad juga tidak ada dirumah.
Lagi – lagi
tatapanku tersita pada pemandangan luar, sungguh menakjubkan, aku memutuskan
untuk berjalan kepantai. Lautnya sangat tenang, tak ada ombak, tak ada buih,
lautnya seperti mati, tapi ini menenangkan, langit dengan cepat berubah menjadi
ungu tak lagi sunset. Hawa dingin makin merasuk sampai tulang, aku merasakan
perutku perih seperti ada logam yang menggerus lambungku, aku baru sadar sejak
tadi pagi tak ada makanan yang masuk keperutku. Pasti gastritisku kambuh lagi.
Laut yang
tenang, nyaman, penuh imajinasi, ada bulan diatas, tapi tak ada bintang.
Dikiriku ada bangunan yang menjorok kearah pantai, Mom bilang itu tampat
favoritnya.
Pasir putih
berkilauan, aku berlari keair, pantai yang sunyi tapi terasa bebas, aku merasa
sangat bebas. Aku terus berlari, kakiku terasa aneh menyentuh air laut, air
asin itu menjilati lukaku, kumerasakan perih luka dikakiku menjadi jadi.
“Aaaaa.....”,
aku baru sadar ada ubur – ubur di Corpus, hewan itu menyentuhkan tentakelnya
tepat dilukaku, “argh...” Sakitku makin menggila saat gastritisku ikut ambil
bagian. Sebisa mungkin aku merangkak kedaratan, kulihat kaki kiriku berdarah,
perutku makin perih. Dan.... gelap
****
Aku tak tahu
berada dimana, bahkan aku tak bisa merasakan tubuku, rasanya aku melayang.. tak
ada gravitasi yang manarikku. Atau mimpiku kebulan selam ini menjadi nyata....
Gadis yanmg
mirip dengan ku tempo hari mendekat, “Hallo Vanesha...” suaranya lembut
melebihi alunan mozart, dia tak lagi bersedih, “tanyakan saja apa yang
mengganjal”, ucapnya enteng lalu tersenyum manis, wajahnya ceria.
“Kumohon
jelaskan apa semua ini? tempat ini dan... kau!”
“Nesha... kau
bisa memanggilku..”
“Azrel!”, aku
menyeletuk
“Fantastik,
kau tahu namaku!” Gadis itu terlihat takjub, aku juga tak kalah takjub.Dari
mana aku tahu namanya, kenapa tiba – tiba aku tahu. “Ini akan menjadi cerita
yang panjang!”, ucapnya.
“Tak apa, aku
mendengarkan, aku juga bisa menghafalkannya jika kau mau!”,dustaku.
“Aku yakin kau
tahu kalau Ny Jenice adalah seorang Tsar, e... maksudku keturunan darah biru
Rusia!”, ucap Azrel sangat cepat, “Ibumu lahir ditanggal yang salah, dianggap
kramat oleh tetua Istana. Karena itu dia dibuang bersyarat, ibumu meminta
keabadian untuk anaknya dan meminta Corpus Cristi. Lalu Tsar Jolyn, tepatnya
kakekmu memberikan pulau ini!”
Aku mengernyit
tak mengerti, “keabadian untuk anaknya? Maksudmu aku?”
“Kau dan aku”,
Jawab Azrel lalu menatap lekat mataku, aku terbelalak
“Mom hamil
kembar Nesha, tapi aku tak selamat, dan Mom membawaku kesini sambil terus
berharap aku hidup lagi, berimajinasi, bermimpi. Imajinasi Mom yang berlebihan
itu terwujud, ya… mungkin ada hubungannya dengan tanggal keramat itu. Tapi aku hidup
didunia lain, Mom bahkan tidak tahu tentang ini, aku hanya ingin berbagi
denganmu adikku”
Aku diam, aku
hanya bisa diam. Meskipun ada sejuta pertanyaan mengantre.
“Aku ingin
berbagi karena duniaku jauh lebih sempurna Nesha, aku sayang padamu!”
Aku mengamati
kanan kiriku, menakjubkan, aku duduk dibatu, tapi batu ini transparan seperti
kaca. Aku bisa melihat tanah dibawah batu ini, ada sungai mengalir disampingku,
ikan – ikan bercengkrama, jika suasana sepi aku pasti bisa mendengar
perbicaraan mereka. Hal paling mustahil ada disini. Sulit dipercaya ikan – ikan
itu menyapaku, lalu membicarakannku. Sungai yang sangat jernih itu tidak
bermuara dilaut, tapi di air terjun, air terjun yang sangat sangat istimewa,
sangat tinggi hingga menembus langit, airnya berkilauan dan mengalir keatas,
“Kau benar, ini indah” aku mengagumi sekelilingku, walaupun ini semua ganjil.
Hal aneh terjadi
lagi, air terjun itu membungkuk kesampingku “Ralat ucapanmu gadis kecil, ini
bukan indah, ini sempurna!”, lalu kembali keposisi semula. Mengagumkan, aku
mengangguk.
“Itu maksudku”,
aku melihat kesisi kiri, ada beo tua, tiba – tiba terbakar dan berubah menjadi
abu. “Mati?”, tanyaku pada Azrel
“Sudah lebih
dari seabad Nesh...!”, jawab Azrel
Aku terbelalak,
saking kagetnya aku terpeleset dari batu, “Hati – hati nak!” batu itu bicara.
Aku berdiri, tempat dimana aku terjatuh tadi langsung tumbuh tanaman – tanaman
hijau kecil, sungai diseberang airnya tiba – tiba terciprat seperti ada anak
kecil berkecipakan disana. Tanaman itu mendapat nutrisi dan langsung tumbuh
besar, timbul kuncup, lalu mekar, cantik sekali. Ternyata itu tulip warna
merah. Azrel terkikik, aku kembali duduk dibatu, menilik beo dikiriku, kagumku
belum selesai, beo itu terlahir lagi menjadi beo kecil yang rapuh bahkan
bulunya belum tumbuh sempurna. Aku kembali menatap Azrel, dia tertawa kecil.
“Lalu kenapa
kau menangis darah?”, aku menatap Azrel hati – hati.
Wajah Azrel
tak lagi tersenyum, berubah drastis “Kau kira aku bisa terus menahan rasa iri
padamu? Aku ingin hidup, berinteraksi dengan Mom, Dad. Bukan terpenjara dalam
imajinasi Mom. Aku ingin sepertimu! Kau selalu melukaiku Nesha! Dengan tawamu, senyummmu!
Kau kira hidup disini menyenangkan? Hidup berdampingan dangan benda – benada
mati dan aneh ini? Konyol. Sebuah imajinasi!”, suara Azrel meninggi satu oktaf,
tapi ekspresinya tak berubah. Langsung, burung berkoak – koak terbang tinggi,
batunya menjadi hitam, sungainya menjadi keruh, banyak ikan mati, bunga – bunga
layu bahkan kering, pohon meranggas, beonya kembali menjadi abu, sangat
memilukan. Lalu petir menyambar. Azrel menunduk, “Ayolah kawan... bagamanapun
aku juga merindukan keluarga manusiaku! Tapi percayalah, kalian hidupku!”. Tak
sampai lima detik setelah ucapan Azrel yang terakhir, semau kembali indah.
“Terimakasih”, ucap Azrel
“Maaf”, ucapku
singkat, aku menunduk.
“Ya... juga
tak seharusnya aku melukai kakimu, aku tak sengaja mencakarnya,hanya insting
untuk mempertahankan diri, meskipun aku sangat tahu tak akan terjadi apa – apa
padaku”
“E....”, aku
bersuara, Azrel secepat kilat manatapku, “Jadi kau kakakku?”, tanyaku polos
“Untuk 38
menit Nesha adikku!” Azrel menatapku dengan sorot mata sayang. Mendengar kata
‘adikku’ rasanya aku terbang, berarti aku punya kakak, seorang yang aku impi –
impikan. Aku ingin tersenyum, tapi jujur aku masih takut ia sedih melihatku
tersenyum. Seakan tahu apa kupikirkan, Azrel mengerjap lalu menelengkan kepalanya
padaku, “Tak apa, tersenyumlah adikku…!” Azrel memelukku.
Perasaan
bahagia memenuhi dadaku, membuatku sesak, atmosfer cintanya terasa sampai
hatiku, aku yakin senyumku merekah saat ini, aku sambut pelukannya, lebih erat,
“Aku sayang padamu kak!”, suaraku parau, rasanya ada butiran bening menetes
dari pelupuk mataku.
“Mom dan Dad
lebih membutuhkanmu Nesh, pulanglah!!”, Azrel melepaskan pelukannya, aku
menggeleng sambil mengusap air mata, “Ayolah Nesh… kau harus pulang!”, untuk
kedua kalinya aku menggeleng.
Azrel
mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya, ia masukkan kegenggamanku,
“untukmu”, katanya, aku membukanya, dan aku merasa tersedot ke kotak hijau itu.
****
'please wait fo the next 'Mozaik''
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungannya :) semoga dengan membaca blog saya, teman teman mendapatkan sesuatu yang baik. Silahkan tinggalkan komentar :)