Assalamualaikuum

Welcome! Selamat Datang! Sugeng Rawuh!

disini aku bercerita, bercita dan bercinta bersama kata.

tak ada yang perlu kusembunyikan dan kututupi dari dunia, aku percaya saat aku bercerita hal besar padanya, dunia akan menceritakan hal dahsyat padaku.

cita citaku sepenuhnya ada padanya, kata. aku percaya melebihi apapun, kami akan selalu bersama.

aku tak percaya cinta pada pandangan pertama, tapi aku percaya cinta pada kenyamanan pertama. tak ada yang lebih membuatku nyaman kecuali kata.

Jumat, 10 Agustus 2012

ZENIT (Mozaik 2)


CORPUS CRISTI, 9 Februari 2009

Mom dan Dan melarangku kepantai, ‘tunggu lukamu kering Nesh!’ kata mereka selalu saja seperti itu. Anehnya luka cakaran ini tak juga kering, padahal sudah tiga hari sejak kejadian aneh itu.
Sore telah datang, langit senja yang merah mulai mengintip malu – malu, dahan terlihat hitam dari kejauhan. Pantai merayuku untuk mendekat, pantainya cantik sekali, aku tak pernah merasakan keinginan yang lebih dari ini, aku melangkah keluar pintu, mumpung Mom dan Dad juga tidak ada dirumah.
Lagi – lagi tatapanku tersita pada pemandangan luar, sungguh menakjubkan, aku memutuskan untuk berjalan kepantai. Lautnya sangat tenang, tak ada ombak, tak ada buih, lautnya seperti mati, tapi ini menenangkan, langit dengan cepat berubah menjadi ungu tak lagi sunset. Hawa dingin makin merasuk sampai tulang, aku merasakan perutku perih seperti ada logam yang menggerus lambungku, aku baru sadar sejak tadi pagi tak ada makanan yang masuk keperutku. Pasti gastritisku kambuh lagi.

Laut yang tenang, nyaman, penuh imajinasi, ada bulan diatas, tapi tak ada bintang. Dikiriku ada bangunan yang menjorok kearah pantai, Mom bilang itu tampat favoritnya.
Pasir putih berkilauan, aku berlari keair, pantai yang sunyi tapi terasa bebas, aku merasa sangat bebas. Aku terus berlari, kakiku terasa aneh menyentuh air laut, air asin itu menjilati lukaku, kumerasakan perih luka dikakiku menjadi jadi.
“Aaaaa.....”, aku baru sadar ada ubur – ubur di Corpus, hewan itu menyentuhkan tentakelnya tepat dilukaku, “argh...” Sakitku makin menggila saat gastritisku ikut ambil bagian. Sebisa mungkin aku merangkak kedaratan, kulihat kaki kiriku berdarah, perutku makin perih. Dan.... gelap
****

Aku tak tahu berada dimana, bahkan aku tak bisa merasakan tubuku, rasanya aku melayang.. tak ada gravitasi yang manarikku. Atau mimpiku kebulan selam ini menjadi nyata....
Gadis yanmg mirip dengan ku tempo hari mendekat, “Hallo Vanesha...” suaranya lembut melebihi alunan mozart, dia tak lagi bersedih, “tanyakan saja apa yang mengganjal”, ucapnya enteng lalu tersenyum manis, wajahnya ceria.
“Kumohon jelaskan apa semua ini? tempat ini dan... kau!”
“Nesha... kau bisa memanggilku..”
“Azrel!”, aku menyeletuk
“Fantastik, kau tahu namaku!” Gadis itu terlihat takjub, aku juga tak kalah takjub.Dari mana aku tahu namanya, kenapa tiba – tiba aku tahu. “Ini akan menjadi cerita yang panjang!”, ucapnya.
“Tak apa, aku mendengarkan, aku juga bisa menghafalkannya jika kau mau!”,dustaku.
“Aku yakin kau tahu kalau Ny Jenice adalah seorang Tsar, e... maksudku keturunan darah biru Rusia!”, ucap Azrel sangat cepat, “Ibumu lahir ditanggal yang salah, dianggap kramat oleh tetua Istana. Karena itu dia dibuang bersyarat, ibumu meminta keabadian untuk anaknya dan meminta Corpus Cristi. Lalu Tsar Jolyn, tepatnya kakekmu memberikan pulau ini!”
Aku mengernyit tak mengerti, “keabadian untuk anaknya? Maksudmu aku?”
“Kau dan aku”, Jawab Azrel lalu menatap lekat mataku, aku terbelalak
“Mom hamil kembar Nesha, tapi aku tak selamat, dan Mom membawaku kesini sambil terus berharap aku hidup lagi, berimajinasi, bermimpi. Imajinasi Mom yang berlebihan itu terwujud, ya… mungkin ada hubungannya dengan tanggal keramat itu. Tapi aku hidup didunia lain, Mom bahkan tidak tahu tentang ini, aku hanya ingin berbagi denganmu adikku”
Aku diam, aku hanya bisa diam. Meskipun ada sejuta pertanyaan mengantre.
“Aku ingin berbagi karena duniaku jauh lebih sempurna Nesha, aku sayang padamu!”
Aku mengamati kanan kiriku, menakjubkan, aku duduk dibatu, tapi batu ini transparan seperti kaca. Aku bisa melihat tanah dibawah batu ini, ada sungai mengalir disampingku, ikan – ikan bercengkrama, jika suasana sepi aku pasti bisa mendengar perbicaraan mereka. Hal paling mustahil ada disini. Sulit dipercaya ikan – ikan itu menyapaku, lalu membicarakannku. Sungai yang sangat jernih itu tidak bermuara dilaut, tapi di air terjun, air terjun yang sangat sangat istimewa, sangat tinggi hingga menembus langit, airnya berkilauan dan mengalir keatas, “Kau benar, ini indah” aku mengagumi sekelilingku, walaupun ini semua ganjil.
Hal aneh terjadi lagi, air terjun itu membungkuk kesampingku “Ralat ucapanmu gadis kecil, ini bukan indah, ini sempurna!”, lalu kembali keposisi semula. Mengagumkan, aku mengangguk.
“Itu maksudku”, aku melihat kesisi kiri, ada beo tua, tiba – tiba terbakar dan berubah menjadi abu. “Mati?”, tanyaku pada Azrel
“Sudah lebih dari seabad Nesh...!”, jawab Azrel
Aku terbelalak, saking kagetnya aku terpeleset dari batu, “Hati – hati nak!” batu itu bicara. Aku berdiri, tempat dimana aku terjatuh tadi langsung tumbuh tanaman – tanaman hijau kecil, sungai diseberang airnya tiba – tiba terciprat seperti ada anak kecil berkecipakan disana. Tanaman itu mendapat nutrisi dan langsung tumbuh besar, timbul kuncup, lalu mekar, cantik sekali. Ternyata itu tulip warna merah. Azrel terkikik, aku kembali duduk dibatu, menilik beo dikiriku, kagumku belum selesai, beo itu terlahir lagi menjadi beo kecil yang rapuh bahkan bulunya belum tumbuh sempurna. Aku kembali menatap Azrel, dia tertawa kecil.
“Lalu kenapa kau menangis darah?”, aku menatap Azrel hati – hati.
Wajah Azrel tak lagi tersenyum, berubah drastis “Kau kira aku bisa terus menahan rasa iri padamu? Aku ingin hidup, berinteraksi dengan Mom, Dad. Bukan terpenjara dalam imajinasi Mom. Aku ingin sepertimu! Kau selalu melukaiku Nesha! Dengan tawamu, senyummmu! Kau kira hidup disini menyenangkan? Hidup berdampingan dangan benda – benada mati dan aneh ini? Konyol. Sebuah imajinasi!”, suara Azrel meninggi satu oktaf, tapi ekspresinya tak berubah. Langsung, burung berkoak – koak terbang tinggi, batunya menjadi hitam, sungainya menjadi keruh, banyak ikan mati, bunga – bunga layu bahkan kering, pohon meranggas, beonya kembali menjadi abu, sangat memilukan. Lalu petir menyambar. Azrel menunduk, “Ayolah kawan... bagamanapun aku juga merindukan keluarga manusiaku! Tapi percayalah, kalian hidupku!”. Tak sampai lima detik setelah ucapan Azrel yang terakhir, semau kembali indah. “Terimakasih”, ucap Azrel
“Maaf”, ucapku singkat, aku menunduk.
“Ya... juga tak seharusnya aku melukai kakimu, aku tak sengaja mencakarnya,hanya insting untuk mempertahankan diri, meskipun aku sangat tahu tak akan terjadi apa – apa padaku”
“E....”, aku bersuara, Azrel secepat kilat manatapku, “Jadi kau kakakku?”, tanyaku polos
“Untuk 38 menit Nesha adikku!” Azrel menatapku dengan sorot mata sayang. Mendengar kata ‘adikku’ rasanya aku terbang, berarti aku punya kakak, seorang yang aku impi – impikan. Aku ingin tersenyum, tapi jujur aku masih takut ia sedih melihatku tersenyum. Seakan tahu apa kupikirkan, Azrel mengerjap lalu menelengkan kepalanya padaku, “Tak apa, tersenyumlah adikku…!” Azrel memelukku.
Perasaan bahagia memenuhi dadaku, membuatku sesak, atmosfer cintanya terasa sampai hatiku, aku yakin senyumku merekah saat ini, aku sambut pelukannya, lebih erat, “Aku sayang padamu kak!”, suaraku parau, rasanya ada butiran bening menetes dari pelupuk mataku.
“Mom dan Dad lebih membutuhkanmu Nesh, pulanglah!!”, Azrel melepaskan pelukannya, aku menggeleng sambil mengusap air mata, “Ayolah Nesh… kau harus pulang!”, untuk kedua kalinya aku menggeleng.
Azrel mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya, ia masukkan kegenggamanku, “untukmu”, katanya, aku membukanya, dan aku merasa tersedot ke kotak hijau itu.
****
'please wait fo the next 'Mozaik''

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungannya :) semoga dengan membaca blog saya, teman teman mendapatkan sesuatu yang baik. Silahkan tinggalkan komentar :)