Di matamu, sudahkah aku menjadi semempesona dirimu...
di mataku?
Sebuah grand piano berwarna hitam berdiri anggun ditengah
ruangan luas dengan tembok bercat putih, krem dan salem di beberapa bagian. Tuts piano itu ditekan tidak berurutan sehingga mengalunlah sebuah irama manis menenangkan.
Semakin aku menuruni anak tangga, semakin jelas irama syahdu itu terdengar ditelingaku, kemudian sayup - sayup aku juga mendengar suaramu, melantunkan sebuah tembang lama. Aku ikut ber na na na na dalam hati, aku
tak butuh lirik, karena sepenuhnya aku ingin menikmati kamu dan piano
itu.
Aku melangkahkan lagi kakiku, hingga aku mendapati kamu duduk di depan alat musik itu. Jemarimu menari bebas di atas tuts - tutsnya tanpa harus diawasi matamu yang sedang terpejam khidmat, merasakan nada – nada yang kamu hadirkan mengisi
ruangan. Aku terdiam di anak tangga terakhir, menikmati musikmu.
Perlahan kedua kelopak matamu terbuka, menemukan seorang penikmat musik sedang berdiri takzim dihadapanmu. Tak sepatah kata pun yang kamu ucapkan sebagai sapaan selamat pagi, hanya sekilas senyuman tipis, lalu kamu kembali hanyut pada duniamu. Aku masih dengan diriku, hadir sepenuhnya dihadapanmu, menemukan pesonamu. Aku sedang menyimpan bayanganmu dibagian paling awet di dalam otakku.
Kamu dan benda hitam putih itu, adalah bukti cinta Tuhan yang mengisi pagi hariku. Benda hitam putih bernama piano itu, adalah saksiku
yang setiap hari jatuh cinta padamu, dengan cara yang sama, di ruangan yang sama.
What a sweet in a short note. Is the content happen in your daily?
BalasHapusHahaha, I hope one day :D
Hapus