Gak punya HP, gak ada temen di kos, TV nayangin acara
yang sama, Dicho di Wates, jadilah dengan koneksi yang mendrap mendrip ini aku
onlen.
Dear Diary...
Beberapa hari terakhir rasanya berat, masalah
menghantam bertubi - tubi. Kalau biasanya masalah dan solusi datang bergantian,
yang aku dapetin akhir tahun ini malah masalah yang datengnya kaya hujan,
rombongan! Lebih terasa berat saat ga ada teman bicara, secara aneh dan
misterius aku jadi agak pendiam dan introvert. Serius aku kaget sama perubahan
ini.
Semalem (setelah beberapa minggu gak ketemu) aku jalan
sama Dicho. He teased me whisperedly “lama ngaak jalan” kaya gini, kangen kan?!”. Aku cuma nyungir
kuda, gengsi buat bilang
iya. Singkat cerita kami udah diparkiran, dia yang ngerasa
‘aku beda’ sejak pertama ketemu langsung nanya – nanya aku kenapa, nyuruh
cerita, yah walaupun dia gak bisa ngasih solusi at least biar aku lega karena
udah ngeluarin uneg-uneg.
Lucunya, aku beneran bingung harus mulai dari mana.
Lalu aku bilang aja ‘kok akhir – akhir ini aku gabisa cerita ke orang ya? Aku
jadi pendiem, macem introvert, rasanya nyebelin banget gabisa cerita... sumpek dewe’. Spontan
Dicho jawab ‘aku
juga berubah jadi ekstrovert, duh, aneh banget, nyebelin.. aku jadi cerewet,
dikit – dikit aku cerita, mbuh lah’. Kemudian hening. Biasanya aku pasti langsung
nyamber dan ngomong entah apa, tapi detik itu aku stuck, bener- bener gabisa
ngasih respon sama omongan dia. Its frustrating.
Seakan bertukar peran, Dicho mancing aku dengan
beberapa pertanyaan, persis kaya aku kalau lagi berusaha nyelidiki dia sewaktu aku ngerasa
dia agak aneh. Akhirnya aku mulai bisa cerita, walau gak detail kaya aku yang
biasanya, kali ini cuma menyampaikan
garis besar masalahku. Dan itu lebih menyakitkan! Karena di otakku tergambar plot cerita secara detail yang
biasanya bisa aku urai lewat ucapan. Tapi saat itu engga! Gimana sih rasanya,
ketika kamu bisa bayangin sebuah taman dengan macam- macam bunga, jenisnya,
warnanya, ukurannya, aromanya, bentuk daunnya, warna potnya, jumlah kupu yang
terbang, penataan tamannya, nyala lampu taman saat malam, bunyi air kolamnya,
ikan koi yang berenang didalamnya, dan gimana pagar yang melingkar di taman
itu, TAPI, kamu Cuma bisa bilang “ADA SEBUAH TAMAN BUNGA”. Hell banget nget nget!
Dan itu terjadi, sebagai pembalasannya aku cuma bisa nangis sambil ngabisin
tisu mobil.
Diawali oleh mata yang berkaca-kaca, lalu netes, lalu
deres, lalu sesenggukan dan ingusan. I cried for thousands sad stories that
locked by my mouth. I lost zillions words, and this was the saddest
story.
Rasanya, aku pengen jadi bocah umur 3 tahun, yang kalo
nangis bisa langsung dipeluk sama siapa aja, diseka air matanya, ditenangin
dengan omongan entah apa dan bisa langsung percaya kalau omongan itu benar tanpa perlu
bertanya “kalau...
kalau.. ”. However, I’m me. Gadis 22 tahun yang gak boleh
sembarangan dipeluk orang, yang bahkan nangis didepan orang udah nggak lagi
pantes.
Sekian...
Nulis ini
mulai 11:11 kelar 12:12 24122015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungannya :) semoga dengan membaca blog saya, teman teman mendapatkan sesuatu yang baik. Silahkan tinggalkan komentar :)