31 Oktober 2015, the last day of a lovely month :)
Lagi gabut (istilah teranyar untuk ‘kurang kerjaan’) nih di
kos, yang lain pada malem mingguan ketika patjar saya lagi istirahat tjakep di
asramanya di RS Wates. Sedikit info, gegara badai koass melanda, saya jadi
jarang ketemu sama patjar tjakep saya itu (kemudian reader muntah semua). Nah,
karena ke-gabutan ini, jadilah saya ngeblog aja. Ngomongin apa yaa???
Ah ada ide, tapi sebelumnya, saya berikan peringatan pada
para readers. Kalau tulisan ini akan benar- benar nggak penting buat kalian,
karena ini 100% tentang author. Judulnya, mekanisme jatuh cinta.
Well, dari pengamatan saya selama ini, ada beberapa
kronologi hubungan pacaran. Seperti : 1) kenal, naksir, pedekate, jadian,
putus, musuhan 2) kenal, naksir, pedekate, jadian, putus, gagal move on,
balikan, tapi putus lagi gegara pacar kamu CLBK sama mantannya yang lain 3)
munculnya orang ketiga yang menambah warna dihubungan pacaran yang gitu – gitu
aja 4) perbedaan (kecuali beda kelamin ya) like: beda pendapat, beda agama,
beda status, beda.... ya pokoknya masalahnya beda- beda. 5)pacaran 10 tahun tapi putus, lalu bunuh
diri. haha. Gitu deh pokoknya banyak banget kronologi pacaran di dunia ini.
Actually my writing wont talk about this, I’ll talk about the mechanism of
falling in love, especially my mechanism. I know that my intrapresonal
intelegence is quite high, so I feel like... um... gak masalah lah ngeshare
ini, lagian juga masih sebuah opini pribadi. Sedikit informasi buat kawan-
kawan semua, coba deh you do what I did, maksudnya... try to look inside of
yourself, kenali dirimu.
Orang jawa bilang “witing tresno jalaran soko kulina”, jatuh
cinta dikarenakan kebiasaan, biasa bersama maksudnya. So, I think ini masuk
dalam teori pembelajaran Behaviorism *astaga, what the hell it is*. Tapi memang
benar itu faktanya, sehingga saya berhipotesis bahwa saya akan susah dalam
menjadlani hubungan LDR, karena ya... intensitas bertemu yang begitu kurang,
padahal saya penganut fanatik pepatah “witing tresno jalaran soko kulina” itu.
So, poin satu, saya suka kuantitas dalam hal pertemuan.
Selanjutnya dilihat dari hobi. Hobi saya itu seputar membaca
dan menulis, itulah kenapa saya suka baca chat/message dari temen dan lebih
memilih untuk itu daripada telfon. Aneh sih, mengingat saya ekstrovert, but
this is what happen to me. Banyak yang bilang kalau chat/message itu kelamaan,
but in my oppinion... engga kok, malah kalo chat kan bisa dibaca ulang kapan –
kapan, kalau telfon masa mau direkam gitu? Kan yaa... gimana ya... dan, kalau
obrolannya udah melulu di telepon, akhirnya nothing special dalam obrolan saat
ketemu. Padahal kan balik lagi, saya suka pertemuan yang sering.
Pernah ada obrolan dengan beberapa temen cewek, kami saling
ngaku apa yang membuat kami jatuh cinta. Jawabannya macem – macem. Ada yang
bilang penampilan fisik, intelektualitas, status sosial, background keluarga,
religiusitas, karakter, harta, atau beberapa menjawab ‘gak ada yang spesifik’.
Sesama cewek kami blak – blakan dan kebanyakan dari mereka mengatakan harta,
kenapa?? Karena mereka ingin kehidupan yang lebih layak untuk anak mereka, and
this is normal I say. Nah, dari sini, saya melihat kedalam diri saya sendiri
dan bertanya, what make me crush?? I will say my first impression comes from
his physical, good looking, tapi sebagai catatan... good looking menurut saya bukan
berarti good looking untuk semua yah, relatif. Dari kesan pertama ini, saya
mengenal karakternya, dan saya sangat sadar, saya jatuh cinta pada karakternya,
karakter ini adalah akumulasi dari intelektualitas dan religiusitas. Pada
lelaki yang menurut saya ‘mumpuni’, biasanya saya akan tertarik, hahaha.
Ngomongin tentang fisik nih, manusiawi sih. Karena memang
hal pertama adalah penampilan, walaupun ini bukan yang utama. Coba dong kalian
bayangin, mau beli sesuatu, apa aja.. pasti nilai estetika jadi perhatian awal
kan??
Okee... lebih detail dengan karakter. Karakter adalah akumulasi dari intelektualitas dan
religiusitas. Saya suka cowok pinter, saya bisa terkagum – kagum sama yang
namanya cowok pinter, mereka yang pengetahuannya luas macam perpustakaan.
Pokoknya, cowok pinter itu keren, titik gapake koma atau tanda tanya. Dan...
cowok pinter bisa dilihat dari cara mereka berkomunikasi! Kualitas omongannya!
Atau isi chatnya! Kan asik, kalau chat pembahasannya gak cuma ‘udah maem?’,’lagi
apa?’, tapi bervariasi... Nah, kalau di chat aja asik, gimana kalo ngobrol
coba?? Ya meskipun introvert... tapi tetep beda kok, omongannya berbobot.
Soal religiusitas, i wont talk to much. Semua orang ingin
berjodoh dengan orang baik, kan?!
Question : “apa pacar
kamu udah memenuhi itu Okta?”
Nope! (bukan not yet). Pacar saya yang so lovable *iyuh*
itu, bukan seperti apa yang saya tuliskan. Oke, saya bahas satu satu.
Religuisitas : dia bukan tipe yang religius banget, tapi
juga bukan tipe yang nggak sholat. Kalau religius banget kan pasti gak pacaran,
kalau gak sholat pasti I will say ‘no’. (FYI, pernah agak deket sama orang
religius, baru juga beberapa hari udah ditanyain “mau nggak dipanggil Ummi sama
anak – anakku?” buset dah... jadi kalo diajak nikah :D Pernah juga sebaliknya,
dia gak sholat, padahal udah deket banget... tapi sebisa mungkin saya gak punya
status apa – apa sama dia dan ya... mungkin kerasa banget nih saya main – main
sama dia). Now, I have him yang walaupun gak ngaji tiap hari, tapi inshaAllah
sholatnya utuh lima kali sehari, jumatan juga pasti.
Intelektualitas : Yap. Dia termasuk cowok skala cowok
pinter. Ya walau dulu jaman SMA rata” raport sama nilai UN masih dibawah nilai
saya :D wkwkwk. But he knows his strengths, berangkat dari sana dia bisa
menonjolkan dirinya (ya at least dimata saya :D) saya suka cowok berpengetahuan
luas, tapi dia enggak. Dalam ilmu pendidikan dia termasuk (mendekati) idiot
savant, berarti dia jago di bidangnya, sedikit tapi dalam. Jadi ketika saya
menanyakan tentang hal – hal luas yang aneh – aneh, kemungkinan besar dia hanya
akan menggelang, sedangkan ketika saya tanya sesuatu tentang bidangnya, dia
bisa menjelaskan sampai detail paling kecil yang malah bikin asaya eneg *sorry
to say, babe*
“apa omongan pacarmu berbobot?”. I love to say “dia tau kapan harus bicara
berbobot, kapan harus sok bego, kapan harus tegas, kapan harus manja, kapan
harus lembut (walaopun gapernah kasar. This is real guys, gak bohong! Dia gak
pernah kasar sama sekali sejak kami kenal dan pacaran tahun 2009), kapan harus
ngalah, kapan harus ngeyel, kapan harus nasehatin, kapan harus ngritik, kapan
muji, dan kapan lovey dovey. I can conclude that overall... dimata saya
omongannya berbobot.
“apa chatingannya berbobot?”. Engga banget =,=.
“jadi, gimana kesimpulan karakternya?” he fits me, and thats
enough :)
“is he good looking?” dimata saya, dia luar biasa :) :)
“jadi?” um.... memang dia tidak sesempurna apa yang saya
inginkan dan dambakan, tapi keinginannya untuk memahami karakter saya akan selalu menjadi hal yang patut di
apresiasi. Kata Mario Teguh “kalau kamu
punya 5 kriteria untuk pasanganmu, dan kamu menemukan oran gyang memenuhi 3
atau bahkan 2 saja kriteria itu, pertahankan! Karena tidak ada orang yang
memiliki semua kriteria itu”
“kesimpulannya?” I’m thankfull
of him.
Jogja,
215331102015
Mba ya ampun aku meleleeehhhh T_T
BalasHapusWaiting for the second part mbk, tulisan mbk sweet. Hihi.. Kasih foto cowoknya mbk.
BalasHapus